a. Fenomena Perubahan Iklim
Pada
awal kehidupan manusia masalah bencana dan perubahan iklim mungkin
saja belum begitu berperan dalam kehidupan manusia awal, kecuali pada
masa-masa ekstrim seperti perubahan jaman es, dan sebagainya. Namun,
setelah memasuki abad-abad terakhir, sebagian aktivitas manusia di bumi
telah membuat planet ini kian panas.
Jika
kita lihat kebelakang maka fenomena pemanasan global bisa dikatakan
berawal sejak revolusi industri, tingkat karbon dioksida meningkat
tajam diudara. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak
mengeluarkan gas rumah kaca penyebab pemanasan global. dan perubahan
iklim Namun dengan adanya pertumbuhan jumlah penduduk, pembabatan
hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil
menyebabkan gas rumah kaca di atmosfir bertambah banyak dan menyumbang
pemanasan global.
b. Perubahan Iklim di Indonesia
Indonesia
mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun
keberadaannya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik. Di
Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di
Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan
iklim laut. (Ref: http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/)
Ketiga jenis iklim tersebut adalah:
1. Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim
jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah
setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson
adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim
barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin
muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April yang basah
sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup
sekitar bulan April hingga bulan Oktober yang sifatnya kering yang
mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.
2. Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah
yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami
iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu
musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki
iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim
subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas
yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
3. Iklim Laut
Indonesia
yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut
mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah
hujan yang tinggi.
Jika
kita cermati unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di
Indonesia adalah curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia
mempunyai pola hujan yang sama, diantaranya ada yang mempunyai pola
munsonal, ekuatorial dan lokal.
c. Hubungan Perubahan Iklim Terhadap Bencana Alam di Indonesia
Menurut beberapa sumber (Diantaranya dari http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/),
iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu
rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3 ˚C sejak 1900 dengan suhu
tahun 1990an merupakan dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998
merupakan tahun terhangat, hampir 1 ˚C di atas rata-rata tahun
1961-1990. Peningkatan kehangatan ini terjadi dalam semua musim di tahun
itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di
wilayah Indonesia di abad ini dengan pengurangan tertinggi terjadi
selama perioda Desember- Febuari, yang merupakan musim terbasah dalam
setahun.
Curah
hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi kuat oleh kejadian
El Nino dan kekeringan umumnya telah terjadi selama kejadian El Nino
terakhir dalam tahun 1082/1983, 1986/1987 dan 1997/1998. Lalu muncul
pertanyaan, adakah hubungan antara bencana di Indonesia terkait dengan
aktivitas global semacam pemanasan global serta El Nino? Jika ada, apa
implikasinya terhadap bencana ekologi dan manajemen sumber daya air
kita?
Banjir
dan kekeringan pada dasarnya terkait dengan kemampuan alam dan manusia
mengelola ketersediaan air di Bumi. Banjir terjadi karena jumlah air
hujan yang turun di daratan dalam intensitas berlebihan pada saat alam
tidak mampu menampung. Kemudian dalam skala lokal intensitas curah
hujan yang amat ekstrem dalam waktu lama akan menjadi penyebab banjir
besar dan longsor di banyak tempat. Sementara itu, kekeringan terjadi
karena jumlah hujan yang turun tidak mencukupi kebutuhan kehidupan.
Kemudian ketersediaan air yang kian terbatas akan meningkatkan
kompetisi untuk mendapatkan dan tidak jarang menimbulkan konflik dalam
pemanfaatan. (Ref: http://www.duniaesai.com/).
Jika
kita melihat dalam skala lebih luas, peningkatan suhu secara global
menyebabkan terjadinya percepatan pelelehan lapisan es di Kutub Utara
dan Kutub Selatan sekaligus terjadinya pencairan dan penipisan lapisan
gunung-gunung es di dunia. Dilain pihak kemarau panjang yang disebabkan
fenomena El Nino yang memengaruhi siklus hidrologi lokal dan regional
akan menyebabkan kian kritisnya ketersediaan air untuk menopang
kebutuhan 6,5 miliar penduduk Bumi saat ini.
d. Potensi Banjir di Wilayah Indonesia
Berbicara
mengenai potensi banjir di wilayah Indonesia, maka hal itu tidak dapat
lepas dari gangguan terhadap siklus hidrologi di Indonesia itu
sendiri. Siklus air/hidrologi yang mengalami gangguan tersebut baik
langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap musim atau iklim
lokal di Indonesia, lebih jauh hal itu terlihat pada terjadinya
perubahan musim hujan atau kemarau yang akan berdampak serius terhadap
manajemen ketersediaan air.
Dampak
lain yang juga serius adalah meningkatnya tinggi muka air laut yang
terjadi hampir bersamaan dengan penurunan permukaan tanah (land subsidence)
yang diakibatkan penurunan muka air tanah karena eksploitasi air tanah
yang berlebihan dikota-kota besar. Keadaan ini akan menyebabkan
sebagian wilayah kota yang selama ini relatif aman dari ancaman banjir
akan menjadi daerah potensi banjir baru.
Jika
eksploitasi air tanah terus berlangsung, maka penurunan muka tanah dan
intrusi air laut kian sulit dicegah dan dikendalikan (Hal ini biasa
terjadi di kota-kota besar yang berada di daerah pantai, seperti
Jakarta, Semarang, Surabaya). Kondisi ini akan menyebabkan kerusakan
lingkungan yang makin parah dan membutuhkan biaya besar untuk dapat
memulihkannya.
e. Peranan Negara-Negara di Dunia
Peranan negara-negara di dunia dapat kita bagi menjadi 2, yaitu peran negatif dan peran positif.
Saya
mengistilahkan peran negatif karena negara-negara di dunia sekarang
ini pasti terlibat dalam menyumbang kerusakan ekosistem yang berdampak
pada perubahan iklim, walaupun mungkin takarannya berbeda.
Kemudian
peran yang kedua yaitu peran positif, hal itu terlihat dari adanya
alternatif solusi dalam mengatasi masalah perubahan iklim global yang
terus dilakukan oleh negara-negara di dunia, khususnya oleh
negara-negara industri sebagai penyumbang gas karbon terbesar didunia
yang sangat mencemari lingkungan serta berdampak luas pada perubahan
iklim. Sedangkan untuk negara miskin dan berkembang, terutama yang
memiliki hutan sebagai paru-paru dunia mendapatkan tugas untuk merawat
hutannya, tentunya dengan kompensasi dari negara-negara industri.
Inovasi
pengembangan teknologi yang mampu memecahkan masalah secara simultan
merupakan salah satu pilihan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan
masa depan kita bersama. Untuk itu, perlu dikembangkan kerjasama semua
pihak, baik dari negara maju maupun negara berkembang untuk menangani
masalah perubahan iklim yang berdampak terhadap bencana global.
f. Adaptasi dan Mitigasi Bencana Perubahan Iklim
Kenapa adaptasi dan mitigasi saya masukkan dalam artikel pengaruh perubahan iklim ini?
Mungkin
kita semua bisa mencermati bahwa keduanya (adaptasi dan mitigasi) saat
ini menjadi penting karena menyangkut strategi menghadapi perubahan
iklim. Ini bisa dikatakan sebagai solusi yang paling mudah dilakukan
oleh masing-masing dari kita untuk ikut menekan pengaruh perubahan
iklim.
Mitigasi dalam hal ini sering diartikan sebagai pengurangan. Sedangkan adaptasi (adaptation)
artinya penyesuaian diri. Melalui mitigasi, usaha yang dapat dilakukan
adalah mengurangi sebab pemanasan global dari sumbernya. Gunanya agar
laju pemanasan itu melambat. Kemudian pada saat bersamaan, dapat
dilakukan persiapan diri untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada.
Sehingga diharapkan akan ditemukan suatu titik temu yang menjamin
kelangsungan hidup manusia.
Salah satu alternatif solusi (Saya kutip dari http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/), dalam skala kecil, mitigasi bisa berupa gerakan cinta lingkungan seperti pengelolaan sampah, bike to work,
mengurangi penggunaan plastik, menggunakan AC yang non CFC, hemat
energi dan lain sebagainya. Sedangkan beradaptasi dapat dilakukan dengan
melakukan penataan lingkungan, penghijauan, menjaga daerah resapan,
daur ulang sampah, dan lain-lain, sehingga harapannya Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Konservasi Alam itu
tidak berdampak pada bencana yang lebih buruk, atau minimal dapat
menekan bencana agar tidak semakin merusak kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar